Senin, 19 April 2010

ALTERNATIF PENDANAAN PEMBANGUNAN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

Sampah banyak dipandang sebelah mata, sebagai sesuatu yang menjijikkan, dan perlu dihindari. Tidak banyak orang menyadari bahwa sampah bila dikelola dan diolah dapat menjadi barang bernilai ekonomis, terlebih bila manajemen pengelolaon menggunakan teknologi pengolahan yang baik. Investasi di pengelolaon sampah dapat bermanfaat dalam meningkatkan kelestarian lingkungan, menyerap tenaga kerja, dan menambah penghasilan bagi peningkatan kesejahteraan para pengelolanya.

Investasi pengelolaan sampah ini juga sangat bermanfaat untuk mengurangi polusi dan pencemaran dengan konsep zero pollution recycle karena seluruh sampah dimanfaatkan tanpa menyisakan residu. Sebenarnya banyak pihak telah menyadari potensi ekonomi di balik bau busuk sampah, di beberapa negara, pemerintah telah menangani sampah secara sangat serius. Pemerintah negara maju seperti Kanada, Amerika, beberapa negara Eropa, dan sejumlah negara berkembang, seperti RRC yang memiliki tingkat polusi sampah sangat tinggI, telah mengembangkan pabrik pengolah sampah yang sangat efisien. Seluruh sampah diolah secara sempurna, sampah organik menjadi pupuk, sedangkan sampah non-organik didaur ulang. Tidak ada yang tersisa limbah yang semula dianggap bermasalah.

Saat ini penanganan sampah dinegara kita kebanyakan masih sebatas pada penanganan yang konvensional yaitu sampah ditaruh ditempat terbuka untuk dibiarkan membusuk dengan sendirinya. Walaupun sudah diusahakan bahwa tempat pembuangan ini disentralisasi disatu kawasan tertentu dengan metode sanitary landfill. Namun kenyataannya permasalahan sampah masih tidak kunjung selesai, artinya bahwa sampah yang masih terkondisi seperti di atas, masih menjadikan sumber polusi udara karena baunya, dan polusi air yang dikarenakan penanganan air lindinya (leacheate) kurang bagus sehingga meresap kemana - mana, serta menjadi penyebab terjadinya wabah penyakit dan juga sebagai salah satu penyebab terjadinya banjir. Inilah salah satu bentuk masalah yang ditimbulkan apabila penanganannya tarlambat dan tidak sistematis.


POYEK PENGELOLAAN SAMPAH MENJADI LISTRIK
Poyek pengelolaan sampah menjadi listrik seperti yang diterapkan di Bali atau yang lebih dikenal Sarbagita bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam mengatasi permasalahan sampah ini, meskipun program tersebut hingga kini belum berjalan sempurna yang dikarenakan oleh berbagai hal diantaranya masalah mahalnya ongkos pengiriman sampah ke lokasi pengolahan serta dikarenakan dari total kontrak Rp 300 milyar yang ditandatangani baru Rp 100 milyar yang dikucurkan oleh investor sehingga listrik yang dihasilkan pun belum maksimal,.

Terlepas dari berberapa kendala diatas, proyek ini adalah alternatif yang sangat menjanjikan bagi penyelesaian masalah sampah di perkotaan karena proyek ini dapat menjawab dua hal sekaligus. Pertama, menyelesaikan masalah volume sampah yang terus bertambah sementara tempat pembuangan akhir sampah (TPA) yang lahannya kian terbatas dan sampah juga dianggap bisa mencemari lingkungan. Kedua, menghasilkan energi listrik untuk memenuhi suplai daya listrik di daerah yang akhir-akhir ini semakin berkurang, bahkan sampai terjadi pemadaman bergilir dibeberapa daerah. Dalam setiap 500 ton sampah yang diolah akan mengeluarkan daya listrik antara lima sampai enam megawatt, sungguh hal yang sangat fantastis yang bisa dihasilkan dari hanya sekedar ”sampah”.

Saat ini ada dua sistem pengelolaan. Yakni, penyedotan gas metan dan Galfad (gasification, land fill, anairobic-daecation). Di antara dua sistem itu, baru penyedotan gas metan yang menghasilkan listrik. Saat ini, sampah lama yang sudah menumpuk ditutup dengan tanah. Dengan demikian, gas metannya tidak bocor keluar. Kemudian, diambil dengan penyedotan pipa, gas metan tersebut melakukan pembakaran. Hasil pembakaran itu memutar turbin. Kemudian, turbin memutar generator untuk menghasilkan listrik. Hasilnya lumayan. Dari sampah yang menjadi masalah berat lantaran terus membuat gunung tambah tinggi, akhirnya dengan sistem yang sudah jalan menghasilkan 0,5 sampai 1 Mw.

Pengelolaan sampah menggunakan sistem Galfad, yakni cara memilah sampah di mesin dengan bantuan manusia. Sampah organik dipisah dan dimasukkan ke land field dengan proses pemisahan air sampah. Kemudian, bio gasnya akan menjadi bahan pembangkit listrik itu. Setelah habis bio gasnya, sampah tersebut dipanaskan. Kemudian, hasil pemanasan menghasilkan gas dan abu. Gasnya kembali membangkitkan listrik, sedangkan abunya bisa untuk bahan baku seperti lantai dan sebagainya. Sedangkan, sampah nonorganik sudah dipilih untuk didaur ulang, sehingga bisa menghasilkan uang juga.

Selain itu proyek ini juga ramah lingkungan karena bisa menguragi penambahan gas metan ke udara sehingga bisa ikut mengurangi pemanasan global.


ALTERNATIF PENDANAAN PENGELOLAAN SAMPAH
Seperti halnya di Bali Pemerintah Daerah yang ingin mengelolah sampahnya menjadi listrik ini bisa menyerahkan masalah pendanaannya kepada investor swasta, karena proyek ini memang profitable. Keuntungan proyek ini bisa diperoleh investor dengan cara menjual listrik hasil dari pengolahan sampah ini kepada PLN, dan daerah bisa memperoleh bagi hasil dari keuntungan ini.

KESIMPULAN
proyek pengelolaan sampah menjadi listrik adalah alternatif yang sangat menjanjikan bagi penyelesaian masalah sampah di perkotaan karena proyek ini dapat menjawab dua hal sekaligus. Pertama, menyelesaikan masalah volume sampah yang terus bertambah sementara tempat pembuangan akhir sampah (TPA) yang lahannya kian terbatas dan sampah juga dianggap bisa mencemari lingkungan. Kedua, menghasilkan energi listrik untuk memenuhi suplai daya listrik di daerah yang akhir-akhir ini semakin berkurang, bahkan sampai terjadi pemadaman bergilir dibeberapa daerah. Dan karena proyek ini profitble atau menghasilkan listrik yang bisa dijual kepada PLN, maka pendanaannya bisa diserahkan kepada pihak swasta dan daerah bisa memperoleh bagi hasil dari penjualan listrik ini.