Selasa, 20 April 2010

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG PALING COCOK UNTUK DITERAPKAN DI INDONESIA DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK

PENDAHULUAN

Pembangunan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan untuk merubah suatu hal yang tidak baik menjadi baik. Tujuan pembangunan ini seperti yang dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengutamakan hakekat pembangunan itu sendiri yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruhnya diatas azas adil dan merata.

Pembangunan yang dilakukan seutuhnya artinya membangun pribadi manusia. Sedangkan seluruhnya adalah membangun secara merata. Sentuhnya pembangunan tidak memandang batas, ruang, waktu, keterbelakangan kebudayaan dan SARA. Prinsip adil dan merata merupakan dasar dari pembangunan masyarkat seluruhnya. Usaha untuk meujudkan tujuan pembangunan ini harus dilakukan dalam tahap-tahap yang terencana dan sistematis dengan tujuan agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem perencanaan nasional yang sesuai dengan latar belakang masyarakat dalam hal ini kualitas SDM nya, sistem politik, sistem hukum serta besarnya anggaran yang dimiliki negara kita.



1. DITINJAU DARI SEGI KUALITAS SDM

Rakyat diharapkan bisa menjadi motor penggerak pembangunan, untuk itu rakyat seharusnya bisa menjadi subjek dan objek pembangunan. Rakyat menjadi subjek pembangunan dituntut agar melakukan pembangunan sebagai kewajiban yang harus dilakukan. Sedangkan objek pembangunan, rakyat menjadi pelaksana pembangunan sebagai pemberian upah dari tanggung jawabnya kemudian harus mengikuti ketentuan yang diberikan. Rakyat sebagai pelaksana pembangunan artinya rakyatlah yang menentukan arah kebijakan pembangunan sedangkan objek pembangunan tersebut ditujukan untuk rakyat yang melakukan proses pembangunan sejak dari perencanaan, pelaksanaan, memonitor dan evaluasi.

Hal ini akan menjadi konsep belaka jika manusia sebagai subjek dan obyek pembangunan kualitas SDM nya belum siap untuk itu. Karena Keberhasilan pembangunan tidak terlepas dari potensi dan kualitas sumber daya lokal terutama sumber daya manusia. Dalam hal ini memanfaatkan tenaga kerja lokal dan sumber daya lokal yang dipersiapkan dalam proses persiapan masyarakat dalam bentuk pemberdayaan masyarakat. Karena prinsip partisipasi masyarakat salah satunya adalah pemberdayaan (kapasitas lokal sebagai kekuatan pembangunan).

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebenarnya secara teori dan konsep cukup ideal, masalahnya sekarang bagaimana kita dapat menggunakan forum yang sudah terbentuk tersebut dengan efektif dan efisien dalam proses menyusun perencanaan pembangunan. Jangan sampai aspirasi, partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam proses penjaringan, penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi dari perencanaan yang dibuat, masih dihadapkan pada balutan sloganistis dan pemenuhan azas formalitas belaka.

Pemasalahan yang dihadapi pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam kebijakan pembangunan adalah: pertama, meskipun semua perangkat hukum memberikan ruang terhadap partisipasi publik, tetapi semua perangkat hukum tersebut tidak mengatur secara eksplisit bagaimana, dimana dan siapa yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan publik. Kedua, banyak LSM-LSM dan organisasi kemasyarakatan yang bergerak di berbagai bidang namun memiliki keterbatasan dalam membawa aspirasi rakyat, sehingga tidak terbentuk sinergi antara rakyat dan pemerintah. Ketiga, banyaknya organisasi kemasyarakatan dan LSM diera reformasi menyulitkan untuk menentukan organisasi kemasyarakatan mana yang dapat dianggap mewakili aspirasi masyarakat. Pengalaman selama ini banyak kebijakan partisipasi yang dilaksanakan oleh pemerintah diprotes oleh masyarakat, karena wakil masyarakat tersebut dianggap tidak mewakili masyarakat.

Jalan keluar yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala partisipasi agar pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan publik dapat berjalan baik adalah:

o diperlukan instrument hukum yang secara subtantif mengatur pelibatan masyarakat, sehingga mekanisme pelibatan masyarakat menjadi jelas;

o perlu keterbukaan dan akuntabilitas dari pihak pemerintah dan peka terhadap kepentingan publik;

o Masyarakat juga harus dilatih dengan mengajak mereka untuk mengidentifikasi kebutuhan mengorganisir masalah, perencanaan dan memonitor dan mengevaluasi hasil-hasil pembanguanan melalui kegiatan kajian-kajian bersama masyarakat. Dengan demikian masyarakat mampu menghadapi perubahan yang kemungkinan terjadi karena mental masyarakat telah dilatih, masyarakat siap dengan sumber daya lokal yang memadai.

o Selain itu usaha untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia juga harus terus dilakukan. Pembangunan manusia harus dipandang sebagai investasi bagi masa depan bangsa dan bukan sekedar “ongkos/spending” pembangunan. Prinsip pelaksanaannya adalah bertumpu pada pengembangan skema-skema/contoh-contoh konkrit kemitraan antar pemangku kepentingan dalam pembangunan manusia dengan dasar ; oleh masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat.


2. DITINJAU DARI SEGI POLITIK
UUD 45 sampai dengan perubahan yang keempat telah mengamanatkan beberapa hal yang dapat berdampak „revolusioner“ pada tatanan hidup bangsa bernegara. Beberapa perubahan tersebut antara lain: (1) Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat dalam satu paket, (2) MPR terdiri dari anggota DPD dan DPR, (3) Jabatan presiden dan wakil presiden bersifat tetap waktu (fixed term), sehingga tidak bisa diberhentikan kecuali melanggar hukum, dan (4) MPR tidak lagi membuat GBHN.

Ketiadaan GBHN merupakan konsekwensi logis dari pemilihan presiden secara langsung. Sebab salah satu aspek penilaian terhadap calon presiden adalah visi atau rencana atau program yang ditawarkannya dalam upaya pemerintahannya mencapai cita-cita bangsa bernegara yang secara eksplisit tersurat didalam pembukaan UUD 1945. Andaikata yang bersangkutan dapat memenangi pemilihan umum, maka tawaran tersebut harus dapat diwujudkannya pada masa jabatannya. Apabila tidak, maka yang bersangkutan akan dianggap gagal, akibatnya dia tidak akan dipilih lagi oleh rakyat untuk jabatan berikutnya. Pada gambar berikut, dapat dilihat alur perencanaan pada pasca amandemen UUD 1945.


Dengan demikian pembuatan rencana, apapun namanya, pasti akan terus dilakukan. Masalahnya adalah siapa yang harus membuatnya, dan apa dasar pemikirannya, legitimasinya dituangkan dalam bentuk apa?. Lebih jauh lagi tahapan perencanaannya dan akuntabilitas dari perencanaan tersebut. Dengan demikian „rencana“ untuk menjalankan pemerintahan dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa mutlak diperlukan untuk mengawasi dan mengukur kinerja pemerintahan.


Rencana Kerja pemerintahan dimasa mendatang akan berisi Rencana Strategis Pemerintahan yang sedang berlangsung selama masa kerjanya. Dengan demikian rencana yang dibuat sifatnya akan berubah dari sebuah dokumen yang bersifat teknis menjadi dokumen yang bersifat politis. Dengan konstelasi politik di Indonesia dewasa ini dan dimasa datang, dimana dapat diramalkan tidak akan ada partai peserta pemilu yang akan mendapatkan mayoritas suara, maka dokumen ini akan menjadi acuan bersama dalam menjalankan pemerintah secara koalisi. Dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah, maka dokumen rencana ini tidak harus berupa rencana fiskal, karena sebagian besar rencana tersebut akan dibuat dan dijabarkan oleh pemerintah daerah. Sementara jajaran pada pemerintahan nasional, yakni Departemen dan LPND hanya akan menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan kewenangannya. Tugas mereka hanya menjalankan kewenangan pemerintahan nasional. Sehingga rencana strategis dari masing-masing instansi seyogyanya dibuat oleh instansi yang bersangkutan.

Agar Rencana Kerja pemerintahan dapat ditaati oleh segenap fihak pemerintahan maka rencana tersebut haruslah memiliki dasar hukum. Mengingat Rencana Kerja pemerintahan ini sepenuhnya berada pada tanggung jawab presiden maka yang paling tepat untuk ini adalah Keputusan Presiden (Keppres). Bentuk regulasi ini lebih flexible, presiden setiap saat dapat mengubahnya sesuai dengan kebutuhannya untuk menyesuaikan terhadap pelaksanaan rencana tersebut.

Tabel berikut ini menjelaskan masa, siapa dan jenis rencana apa yang dibuat.


3. DITINJAU DARI SEGI HUKUM


Diujung pemerintahannya Presiden Megawati Soekarno Putri menandatangani suatu UU yang cukup strategis dalam penataan perjalanan sebuah bangsa untuk menatap masa depannya yakni UU nomor 25 tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional. Dan bagaimanapun UU ini akan menjadi landasan hukum dan acuan utama bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memformulasi dan mengaplikasikan sesuai dengan amanat UU tersebut. UU ini mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam UU ini pada ruang lingkupnya disebutkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat.

Intinya dokumen perencanaan pembangunan nasional yang terdiri dari atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh kementerian/lembaga dan perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenanganya mencakup : (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan periode 20 (dua puluh) tahun, (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan periode 5 (lima) tahun, dan (3) Rencana Pembangunan Tahunan yang disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP dan RKPD) untuk periode 1 (satu) tahun.

Lahirnya UU tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ini, paling tidak memperlihatkan kepada kita bahwa dengan UU ini dapat memberikan kejelasan hukum dan arah tindak dalam proses perumusan perencanaan pembangunan nasional kedepan, karena sejak bangsa ini merdeka, baru kali ini perencanaan pembangunan nasional ditetapkan lewat UU, padahal peran dan fungsi lembaga pembuat perencanaan pembangunan selama ini baik di pusat maupun di daerah sangat besar.

4. DI TINJAU DARI SEGI PENYUSUNAN ANGGARAN
Dirjen Anggaran Departemen Keuangan (Depkeu) Anny Ratnawati mengakui, terdapat lima kelemahan dalam pelaksanaan reformasi pada sistem anggaran dan keuangan negara.

Berdasarkan hasil evaluasi atas sistem anggaran negara yang kita terapkan lebih dari 30 tahun (anggaran rutin dan pembangunan), setidaknya diidentifikasi terdapat lima kelemahan utama. Kelima kelemahan utama tersebut, yakni :

1. kurangnya disiplin. Misalnya, terjadi duplikasi anggaran karena adanya sistem pengelolaan anggaran secara terpisah, seperti antara anggaran pembangunan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan anggaran rutin di Depkeu.

2. kurang menunjukkan adanya jaminan kesinambungan fiskal. Yang disebabkan oleh suatu sistem anggaran. Ini karena sistem anggaran yang diterapkan bersifat tahun tunggal (single year) dan hanya berbasis program (zero based budgeting).

3. kurangnya transparansi. Ini terlihat dari sulitnya memperoleh informasi tentang apa yang akan dilaksanakan oleh suatu kementerian/lembaga atau yang akan menjadi prioritas pemerintah.

4. kurangnya efisiensi. Ini terlihat dari tidak adanya suatu standar biaya yang dapat dijadikan acuan untuk mengukur apakah sebuah kegiatan telah dilaksanakan secara efisien atau tidak.

5. kurangnya akuntabilitas. Yang diindikasikan dari pencatatan setiap transaksi yang dilakukan. Pencatatan belum menggunakan system double entry atau berdasarkan sistem akuntansi pemerintahan, sehingga banyak transaksi yang tidak diyakini kebenarannya.

Oleh karena itu, sistem anggaran negara harus direformasi sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola keuangan publik. Sejalan dengan perkembangan ilmu manajemen keuangan modern, sistem anggaran negara kita sudah sepatutnya direformasi. Jadi, mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan publik yang secara internasional juga digunakan.


KESIMPULAN

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menggunakan sistem partisipasi ditinjau dari segi kualitas SDM, Politik, Penyusunan Anggaran, Hukum sebenarnya secara teori dan konsep sudah cukup ideal, meskipun dalam praktek pelaksaanaan sistem partisipasi dalam Perencanaan Pembangunan Nasional ini masih ditemui beberapa kelemahan.Tugas kita sekarang adalah melakukan berbagai upaya perbaikan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang muncul dalam penerapan dalam sistem partisipasi ini.




Daftar pustaka

Direktorat Jenderal Pmd Direktorat Kelembagaan Dan Pelatihan Masyarakat, 2008, Integrasi Sistem Perencanaan Dalam Pembangunan Daerah

Deddy Supriady Bratakusumah, 2008, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

(Tjipto Atmoko), 2009, Partisipasi Publik Dan Birokratisme Pembangunan, Makalah konomi pembangunan

Sayuti Hasibuan, Prof., Ph.D, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional: Alat Bagi Kebangkitan Bangsa? Buletin fakultas ekonomi universitas Al- azhar Vol. 2 No. 2, Juni/Juli 2008,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Artikel terkait :

  1. Penanaman Modal Asing di Kabupaten Jombang
  2. Jaminan Produk Halal
  3. Tela'ah Kritis Kebijakan Perekonomian Pemkab Jombang tahun 2009 - 2013